Sabtu, 29 Oktober 2011

Pengakuan Anggota Waffen-SS (Günter Grass)

Dami N. Toda *
Kompas, 17 Sep 2006

Pengakuan Günter Grass bahwa dahulu dia anggota satuan pasukan elite Waffen-SS Nazi Hitler sungguh mengejutkan. Wajah kekejaman pasukan khusus Hitler SS (Schutzstaffel/regu jaga) dan Waffen-SS (regu tempur) tiba-tiba muncul kembali. Seragam tempur hijau daun zaitun dan hitam dengan leher baju bertanda aksara kembar “SS” Germania kuno, emblem berlambang kepala orang mati di bawah pedang terbelit ular siap memagut.
Terdidik berhati dingin, kejam tanpa ampun di dalam kebanggaan darah ras Arya murni dengan program sistematis membasmi yang disebut Rassich-Minder-Wertiger (warga ras rendah) dan Yahudi. Paling ditakuti, menembak tanpa kecuali anak atau wanita. Bertempur dengan moto: “Kehormatanku berarti Setia” kepada Hitler. Tetapi, mengapa Günter Grass, pemenang hadiah Nobel Sastra 1999, menyembunyikan rasa aib dan mendiamkan rasa malu terhadap kemanusiaan selama 60 tahun?

Peluncuran otobiografi Günter Grass berlangsung 1 September 2006. Tetapi, dua minggu sebelumnya, riwayat diri berjudul Beim Haut der Schwiebel (Pada Kulit Bawang) (diterbitkan Penerbit Steidl, Göttingen 2006, 479 halaman dengan harga 24 Euro) sudah menghebohkan bagai petir di siang hari. Gambaran Günter Grass berubah dari sastra berkias “Genderang Kaleng” (Blechtrommel 1956) 50 tahun lalu menjadi pisau penyayat “Kulit Bawang” (Beim Haut der Schwiebel 2006).

Riwayat diri memang kebenaran sejarah. Bukan kebenaran sastra. Günter Grass mengisi kolom Akte Prisoner of War Preliminary Record pasukan Sekutu tertanggal 3 Januari 1946 dengan rinci: Günther Grass, lahir 16 Oktober 1927 di Danzig, pangkat: Pvt SS, tinggi 1,71 m, berat 65 kg, rambut coklat, mata coklat, bertanda sidik 10 jari tangan. Tertangkap 8 Mei 1945 di Marienbad, usia 18 tahun, kesatuan: Divisi Panzer-SS (SS-Pz- Div) Frundsberg-Pz Abt Nr 337. Jabatan: regu tembak (Lade-Schütze) di bawah Heinrich Himmler.

Akte tersebut tersimpan pada arsip militer AS hingga tahun 1967 dan dikembalikan pada tahun yang sama ke Berlin ke alamat Dinas Pembenahan Anggota Keluarga Tentara Jerman yang gugur. Menteri Keamanan DDR juga memiliki “Arsip NS” (MIS) yang menurut ketentuan seluruhnya harus sudah selesai dibuka dan diterbitkan hingga Maret 2007.

Tahun 1999 masyarakat Jerman mengelu-elukan dengan bangga penerimaan hadiah Nobel Sastra bagi Günter Grass di Swedia sebagai lambang pencapaian penghargaan idealisme “nilai kemanusiaan luhur” dalam dunia sastra. Tetapi, itu sebelum kulit bawang keanggotaan Günter Grass sebagai “Satria Waffen-SS” terkelupas. Pengakuan Günter Grass kini mengejek kehormatan diri masyarakat Jerman di tengah kebijakan politik luar negeri Jerman mengirim pasukan perdamaian PBB ke Lebanon selatan, menepis kekejaman perang, bom bunuh diri, dan terorisme yang mengancam kemanusiaan.

Partai Pemerintah Polandia memperdebatkan posisi Günter Grass sebagai pemegang “Warga Kehormatan Kota Danzig” dan meminta ditarik kembali. Lech Walesa, bekas Presiden Polandia, pemegang hadiah Nobel Perdamaian dan “Warga Kehormatan Kota Danzig” mengancam mengembalikan warga kehormatannya apabila Günter Grass tidak minta maaf dan tak mengembalikan keanggotaan “Warga Kehormatan Kota Danzig”. Günter menolak imbauan Partai Pemerintah Polandia. Bahkan, terdapat surat pembaca surat kabar (SK) Jerman menganggap tuntutan Walesa dan Partai Pemerintah Polandia menghina Jerman.

Mayoritas warga Jerman (65 persen) yang dimintai pendapat tidak mengimbau Günter Grass harus mengembalikan hadiah Nobel Sastra. Wolfgang Thierse, Ketua Partai SPD tempat Günter Grass beranggota, mereaksi: “Saya juga kaget.” Bermacam surat pembaca SK memelas dan marah. Tentang masalah hadiah Nobel Sastra Günter Grass, Direktur Yayasan Hadiah Nobel Michael Sohlman menjawab SK Dagens Nyheter, “Penyerahan itu sudah selesai. Belum pernah terjadi hadiah itu ditarik kembali.”

Pengarang laris Belanda, Leon de Winter, menjawab SK Rheinischen Post, “Kalau sebuah wibawa moral mendiamkan informasi hakiki macam itu, ia harus bertanggung jawab atas kemerosotan nilai sebuah moral.” Jurnalis dan novelis India, Subhoranjan Dasgupta, menyesalkan mengapa pengakuan itu baru sekarang. Günter Grass menjawab wartawan TV, 15 Agustus malam, “Siapa mau persoalkan, silakan.” Untuk pertanyaan, mengapa tidak mengatakan dari dulu keanggotaan dirinya pada SS? Jawaban Günter Grass, “Tidak saya lakukan, dan tentang itu tetap saya diamkan. Hanya satu hal yang dapat saya katakan: di dalam buku ini masalah itu jadi tema. Tiga tahun saya menggarapnya. Di sana saya katakan tentang hal itu.”

Surat kabar tengah terbesar Jerman, Frankfurt Algemeine, 18-8-2006, sudah mengiklankan Acara “Baca Otobiografi” oleh Günter Grass pada 5 September, jam 19.00 di Gedung Opera Frankfurt dengan pesanan tiket yang lumayan mahal lewat internet. Günter Grass sebagai sastrawan tingkat moral “hadiah Nobel” tentu lain dari sepotong perjalanan sejarah riwayat hidup Günter Grass yang berlumur darah dan harus turut bertanggung jawab secara moral. Tiap pengakuan aib dan dosa terhadap kemanusiaan membutuhkan waktu memberi maaf dan pengampunan.

Definisi waktu manakah yang berlaku kini untuk seorang Günter Grass setelah yang lain usai? Definisi waktu moral atau definisi yang terlambat 60 tahun? Korban kekejaman SS masih bersaksi hingga sekarang, bukan hanya yang tersisa di kamp konsentrasi (KZ) Jerman, melainkan juga bilur-bilur yang masih berbekas di tempat lain.

Nilai sebuah sastra tiada berarti, bahkan omong-kosong tanpa pautan kebenaran dan keabadian nilai moral budaya manusia: nilai sejarah, nilai sosial-politik bahkan ekonomi. Namun, jangan lupa, riwayat diri Günter Grass ialah fakta sejarah. Bukan fiksi sastra.

Pemberian “Warga kehormatan Kota Danzig” bagi Günter Grass ialah fakta sejarah, bukan fiksi sastra. Hadiah Sastra bagi Günter Grass dan Pramoedya Ananta Toer ialah pengakuan prestasi fiksi sastra yang ditentukan relatif wewenang penuh Juri pemberi anugerah.

*) Dami N Toda, Pengajar Studi-studi Indonesia Universitas Hamburg.
Dijumput dari: http://andit2anggi.wordpress.com/2009/04/21/pengakuan-anggota-waffen-ss/

Tidak ada komentar:

Pasar Seni Indonesia